Rabu, 02 Juli 2025

Book: A Piece of Childhood in Moby Dick

Oleh: S. N. Aisyah

Saat kecil,  membaca buku adalah cara lain bagi saya untuk berpetualang. Menemukan dunia-dunia baru yang dapat menyeret saya kedalamnya tanpa harus beranjak sesenti pun. Membuka pintu-pintu dan jendela-jendela yang begitu asing, namun begitu menyenangan. Akan tetapi, seiring beranjak dewasa, membaca buku tak lagi seperti berpetualang, seolah tak ada lagi hal yang benar-benar baru. Membaca menjadi kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menstimulus otak, menerjemahkan simbol-simbol, pencarian informasi dan makna, mencari hikmah, mengasah empati, serta  mengasosiasi bacaan dengan kehidupan nyata untuk belajar--memahami manusia dan dunianya. Ketika beranjak dewasa, Sudut pandang membaca buku tak lagi sama dengan masa kecil dahulu: sederhana, baru, mendebarkan, tetapi juga penuh pembelajaran tanpa rasa antisipasi dan ekspektasi terhadapnya. Begitu lugu dan polos.

Sudah lama saya tak merasakan perasaan itu saat membaca hingga akhirnya saya bertemu dengan Moby Dick. Tentu saja dalam sebuah novel karya Herman Melville.
 
Sudahkah kamu mengenalnya juga,  Moby Dick,  paus putih raksasa legendaris--monster lautan yang tak terkalahkan itu?

Kita dapat 'mengenal' Sang Legenda Lautan itu dari seorang pensiunan guru muda, Ishmael--tokoh utama kita dalam novel ini-- yang merasa bosan dengan hidupnya. Demi  menyalakan percikan api untuk mengobarkan semangat hidup, ia meninggalkan profesi yang lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kelas itu. Menantang hidup secara nyata, memenuhi panggilan hatinya untuk mengarungi lautan luas.

Ishmael, sang mantan guru itu, akhirnya mengunjungi New Bedford yang berada di daerah Massachussets,  menyewa kamar di penginapan murah, tempat bersarangnya para  pemburu paus. Di sanalah ia  mendaatkan seorang teman, Queequeeg. Seorang penombak jitu, pemburu paus yang memiliki reputasi dan penampilan yang amat tegas--mungkin juga menakutkan bagi sebagian orang-- tetapi hatinya sangat amat baik. Ia seorang penombak jitu sejati. 

Dua sekawan ini, akhirnya pergi ke pelabuhan untuk mencari kapal yang dapat membawa mereka pergi memburu paus. Hingga akhirnya, Ishmael dan Queequeeg memilih melaut bersama Kapal Pequod,  kapal terkutuk yang dipimpin oleh Ahab, seorang kapten berkaki satu. Mengabaikan peringatan dari sosok misterius yang ia jumpai di pelabuhan tepat sesaat setelah mendaftar menjadi awak kapal Peqoud.

Tak pernah ia sangka bahwa pelayarannya bersama Peqoud itu menjadi momen yang akan menguncang hidup Ishmael. Ahab, Sang Kapten terobsesi untuk memburu paus legendaris, Moby Dick, si paus putih, monster lautan yang tak terkalahkan dan konon telah merenggut kaki Sang Kapten. Dengan kaki palsunya, Ahab melangkah, bersumpah akan menangkap Moby Dick, membalaskan dendam. Berduel hidup atau mati. 

Kisah Ishmael dan Peqoud benar-benar sangat mendebarkan. Herman Melville dapat merekam perjalanan berlayar di laut lepas dengan jelas dan membekas. Kata-kata yang lugas, sederhana  dan bernyawa dapat membuat saya tenggelam dalam cerita sepenuhnya, merasakan pengalaman baru. Ia membuat saya terkenang kembali akan masa kecil, ketika membaca adalah dunia berpetualang saya. Menyedot saya sepenuhnya ke dalam perburuan paus di lautan lepas. Moby Dick mampu melakukan itu pada jiwa kanak-kanak saya, memanggilnya kembali. Membantu saya kembali merasakan bagaimana membaca tanpa ekspektasi. Namun, tetap dapat memperoleh petualangan dan petuah darinya.

Dari Moby Dick, saya diajak mengingat lagi hal-hal yang sudah diajarkan oleh hidup. Banyak nilai moral tersirat dan tersurat yang dapat diperoleh dalam kisah perjalanan memburu paus ini. Salah satu yang paling mencolok adalah pentingnya peran Kapten atau pemimpin dalam berlayar, juga bagaimana ambisi  dapat menghancurkan seseorang dan bahkan dapat menyeret orang-orang lain bersamanya.  

Tak hanya itu, konflik antar tokoh dan konflik batin dari tokoh-tokohnya juga dikemas dengan baik. Dengan alur cerita sederhana dan berisikan nilai-nilai klasik yang sering terlupakan, Moby Dick mampu menyuguhkan sebuah kisah petualangan mengarungi lautan, yang diselesaikan dengan penuh hikmah, sunyi, serta penuh perenungan. Bahkan, mampu membawa kembali jiwa kanak-kanak pulang. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thought: Bangku Suporter

Saya selalu meyakini bahwa saya adalah seorang suporter--pendukung bagi orang lain. Bukan karena ingin disukai, diterima, atau t...