oleh: S. N. Aisyah
Judul buku : Nemesis
Penulis : Agatha Christie
Seberapa buruk sikap skeptis dapat memengaruhi hidup seseorang? Sebenarnya saya juga tak tahu tapi dalam skala yang lebih kecil, saya sudah mendapatkan hantaman dari skeptism itu.
Saya sering melewati rak buku Agatha Christie saat mengunjungi perpustakaan wilayah. Agatha Christie adalah salah satu nama besar dalam dunia literasi bergenre misteri-thriller-detektif. Tapi, tak tahu mengapa, saat itu saya tak kunjung membaca bukunya. Meski beberapa kali mengambil dan menimbangnya dalam tangan, buku Agatha Christie itu akhirnya kembali saya taruh dengan keragu-raguan ke rak.
Sangat sulit untuk meyakinkan diri saya. Ditambah lagi peraturan hanya boleh membawa pulang dua buku dalam satu waktu, membuat saya memilih buku lain yang bersinggungan dengan kepentingan saat itu. Ya, setiap saat. How stupid!
Suatu hari saya menonton Film Murder on the Orient Express, adaptasi dari novel Agatha dengan judul yang sama. Saya merasa terkesan dengan nuansa yang diberikan oleh film tersebut. Terutama pada tokoh Hercule Poirot. Seperti perpaduan antara Sherlock Holmes dan Arsene Lupin (just personal opinion, don’t take it seriously or personally, ok? :)).
Berbekal kesan itu, saya memutuskan untuk membaca karya Agatha Chirstie, namun, tidak dengan judul yang sama. Saya ingin tahu apakah saya menyukai Agatha atau Hercule Poirot. Maka, misi saya ke pustaka wilayah sukses dengan membawa pulang buku Nemesis di tangan.
Nemesis, dengan uniknya mengangkat wanita tua yang memiliki isu kebugaran (dan mungkin juga kesehatan fisik) sebagai tokoh utamanya. Suatu hari, Jane Marple, seorang wanita tua mendapatkan sebuah surat wasiat dari Jason Rafiel—kenalannya saat berlibur beberapa waktu lalu (baca buku A Caribbean Mystery). Dalam wasiatnya, Mr. Rafiel meminta Miss Marple untuk mengusut sebuah kasus. Jika wanita itu bersedia, ia menawarkan imbalan sejumlah 20 ribu pound.
Seperti telah mengenal Miss Marple dengan sangat baik, (meski mereka hanya bertemu sekali dalam kurun waktu yang relatif singkat) Mr. Rafiel tak hanya menawarkan imbalan besar saja. Ia juga menawarkan sebuah teka-teki, sebuah misteri untuk dipecahkan Miss Marple.
Miss Marple yang merasa iba dengan kematian Mr. Rafiel, menyambut harapan terakhir pria –yang dalam pandangan Miss Marple—baik hati itu. Meskipun ia sedikit terkejut pada kenyataan bahwa permintaan itu berasal langsung dari mendiang melalui surat wasiat. Seolah tahu bahwa nyawanya terancam, sebelum ajalnya tiba, Mr. Rafiel telah mempersiapkan semua hal yang diperlukan Miss Marple untuk memecahkan teka-teki itu. Semuanya. Kecuali keterangan kasus.
Ternyata kasus itu benar-benar kasus misterius. Miss Marple harus menemukan sendiri kasus apakah yang sebenarnya perlu ia ungkap, sebab Mr. Rafiel tidak memberikan penjelasan umum, tidak juga petunjuk khusus. Miss Marple hanya digiring menuju berbagai tempat, dibawa menemui bermacam-macam orang. Tetapi tak ada keterangan mengenai peristiwa, apalagi hipotesis atau asumsi dasar.
Dalihnya, pria kaya-raya itu sangat percaya pada kemampuan menilai seorang Jane Marple, Sang Nemesis. Tidak, bukan nemesis dalam artian musuh bebuyutan. Namun Nemesis, dewi keadilan dalam mitologi Yunani kuno.
Perjalanan memecahkan teka-teki itu, mengantarkan Miss Marple pada kematian-kematian lain yang menggelitik instingnya. Ia juga mendapatkan fakta-fakta menarik di balik kehidupan Mr. Rafiel. Mungkin saja ini adalah suatu petunjuk. Bagaimanakah Miss Marple dapat memenuhi wasiat kawannya itu? Kasus apa yang sebenarnya harus Miss Marple pecahkan? Petualangan memecahkan kasus misterius oleh Jane Marple, wanita tua sederhana dari desa sederhana sangat menarik untuk diikuti.
Membaca novel ini seolah menyaksikan teropong Agatha Cristie mengarah pada kehidupan dan nasib orang-orang sepuh yang tinggal di desa, serta kehidupan warga desa atau orang sepuh pada umumnya.
Realita kehidupan orang-orang tua di desa, terutama wanita tua yang telah ditinggal suaminya, terekam baik dalam narasi Agatha. Dapat terlihat bagaimana mereka saling bergantung satu sama lain.
Mungkin Anda juga akan jatuh cinta pada cara Agatha dalam menggambarkan tokoh-tokohnya. Misalnya Miss Marple. Kesederhanaan dan keluguan Jane Marple dipadu dengan kecerdasan, kebaikan hati serta tabiat wanita tua (termasuk tabiat buruk) pada umumnya. Namun, bagaimanapun juga ada suatu hal spesial yang tak diungkap tentang Miss Marple dalam buku ini, sehingga memancing rasa penasaran terhadap masa muda dan kisah hidupnya.
Nemesis mengandung kritik sosial yang menarik tentang gaya hidup anak muda dari sudut pandang generasi lansia. Seperti hal klasik lainnya, pandangan tersebut sangat relevan dengan masa kini. Meski misteri cerita tak begitu sulit untuk ditebak, tetapi jangan khawatir. Latar-latar yang indah, dinamika tokoh dan penokohan, peristiwa kecil yang tak disangka-sangka dapat menjadi humor, narasi yang menegangkan, dan sebuah ketenangan(?) juga disuguhkan dalam buku ini.
Bagi saya, secara keseluruhan, warna dan nuansa buku ini seperti:
fajar sipil. Saat sinar matahari pagi sudah cukup untuk membantu kita melihat dan membedakan benda-benda sekitar, namun, belum cukup terang, apalagi untuk merasakan hawa panas. Meski begitu, Agatha memberikan selimut dan secangkir teh hangat untuk menemani perenungan dan percakapan yang akrab. Menurut saya itu unik. Mendapatkan rasa hangat dan akrab dari sebuah cerita misteri.
Terkadang, rasa cinta yang besar saja tidak cukup dalam hidup. Kebijaksanaan, ketulusan, serta ketabahan hati yang luar biasa dibutuhkan untuk memahami kehidupan. Itulah yang diajarkan buku ini pada saya. Oh, satu lagi! Sikap skeptis yang ekstrem dapat merugikanmu.
Oktober 2023