Oleh: S. N. Aisyah
Apakah kalian percaya hantu? Apakah hantu adalah suatu hal yang nyata ataukah ia hanyalah ilusi yang lahir dari ketakutan manusia? Kali ini saya akan bercerita sedikit tentang hantu. Pada awal Februari tahun ini, saya putuskan untuk menghabiskan sebagian besar hari minggu di perpustakaan daerah. Di sanalah saya bertemu dengan Angkong Hantu. Ya, sebuah buku seri Fiksi Klasik. Mantap hati saya untuk menyelamatkan buku kecil dan tipis itu dari rikuhnya berhimpitan dengan buku-buku lain. Sebuah tindakan heriok, bukan? Haha. Anyways.
Intinya, saya membaca buku yang berisi hanya dua judul cerita pendek Karya Rudyard Kipling ini. Kedua cerpen itu adalah "Angkong Hantu" yang kemudian diangkat sebagai judul buku dan "Sebuah Penipuan Bank". Seperti halnya karya-karya yang disuguhkan dalam kehidupan manusia, saya juga menemukan hal-hal menarik dalam dua cerita pendek ini.
Bayangkan saja keseruan membaca buku ini. Cerpen "Angkong Hantu" akan menantang keyakinan dan bagaimana cara kita berpikir kritis terhadap keberadaan hantu. Singkatnya, cerpen ini berkisah tentang Pansy, seorang pemuda yang hendak menikahi kekasihnya, Kitty. Namun, belum lagi rencana pernikahan itu terlaksana, Pansy dihantui terus oleh mantan kekasihnya, Agnes Wessington. Wanita itu kerap mendatanginya dan memohon-mohon agar mereka dapat kembali berteman seperti sedia kala. Segala upaya Pansy lakukan demi menjauhi Nyonya Wessington. Ia berharap bisa hidup tenang dengan Kitty. Namun, usahanya itu sia-sia belaka. Wanita berangkong itu selalu saja muncul di hadapannya. Hingga suatu hari, tersiar kabar bahwa Nyonya Wessington sudah meninggal dunia. Logikanya, Pansy dan Kitty sekarang dapat bersama tanpa ada gangguan dari Nyonya Wessington. Akan tetapi, siapa sangka, bahkan setelah meninggal pun, dengan angkongnya, Nyonya Wessington dan para pelayannya masih terus mengikuti ke manapun Pansy pergi.
Bagaimanakah Pansy dapat menikahi Kitty dan hidup bahagia jika angkong hantu itu terus menghantuinya? Di sinilah letak menariknya kisah ini. Dengan alur campuran, cerpen ini menantang kejelian pembaca dalam menangkap clue-clue yang ditebarkan. Di samping atmosfer mistisnya, cerita ini juga menyuguhkan beberapa isu yang sangat relevan dengan kehidupan modern zaman ini. Salah satunya adalah sebuah kritik sosial terhadap kesalahan sistem yang membuat para pekerja menjadi kelebihan beban dan waktu kerja. Secara tipis, cerpen yang berlatar di India ini menyingung betapa banyaknya orang yang meninggal sebab kelelahan bekerja. Kisah Pansy sendiri kita dapatkan dari keterangan seorang dokter yang menangani Pansy dan menceritakan bagaimana penderitaan pemuda itu pada seorang pasien yang dikhawatirkan akan bernasib sama. Isu lainnya adalah isu kesehatan mental. Tentang bagaimana perasaan dan pikiran kompleks manusia dapat mempengaruhi kejiwaannya. Melalui tokoh Pansy, kita dibawa mengarungi jiwanya yang bergejolak dalam upayanya menyingkirkan Nyonya Wessington dari hidupnya bahkan hingga melahirkan rasa benci pada wanita itu.
Dari sinilah keseruan lainnya muncul. Ada banyak pertanyaan dan dugaan yang saya dapatkan setelah membaca habis cerpen ini. Apakah Pansy mengidap penyakit jiwa? Apakah Pansy hanya kelelahan bekerja? Apakah pemuda malang itu benar membenci Agnes ataukah ia mencintainya? Atau, jangan-jangan Angkong Hantu itu benar-benar nyata? Bagi saya, penyajian Rudyard memberikan sebuah spektrum ruang interpretasi yang menarik.
Saya memiliki sebuah kesimpulan tersendiri tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun, jika dibahas akan menjadi spoiler yang sangat tak terhindarkan. Oh, ya. "Sebuah Penipuan Bank" juga sangat apik. Di lain kesempatan saya akan coret-coret pandangan amatir saya tentang cerpen ini, insya Allah. Lain daripada itu, sila dibaca bukunya. Cocok buat camilan bacaan sekali duduk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar