Jumat, 13 Juni 2025

Thought: Not So Late-(Night)Thought?

Sebenarnya, untuk rubik Thought kali ini, saya lagi-lagi tak tahu harus menulis apa. Seharusnya saya sudah unggah tulisan jam enam pagi ini. Kenyataannya, di sinilah saya, pukul sebelas siang masih duduk di depan layar, berpikir tentang hal yang harus saya tulis dalam rubik Thought minggu ini. Akan tetapi, atas dasar komitmen dan disiplin (baiklah yang saya lakukan saat ini tak dapat disebut disiplin) diri dalam membangun sistem menulis (ya, saya pinjam istilah ini dari NNL), jadi saya akan 'bicara' random saja. Saya kira banyak hal terjadi tetapi di saat yang sama seperti tak terjadi apa-apa. Membuat saya berpikir lagi tentang teori  atomic habit dan teori evolusi. Hal-hal kecil yang terjadi atau yang kita lakukan di setiap harinya memang benar membentuk diri kita di masa depan (baik atau buruk). Perjalanan membentuk diri itu seperti udara yang tak terlihat namun sumbangsihnya nyata dalam kehidupan kita. Kita tak menyadari kehadirannya hingga suatu hari, saat segalanya terasa buntu, kita merenung dan menyadari betapa hal-hal telah berubah. Bahwa diri kita telah berubah. 

Kemudian, setelah momen kesadaran itu, timbul-lah rasa senang dan/atau sedih dengan perubahan yang telah terjadi. Mungkin ada saatnya kita ingin mengerti bagaimana perubahan itu terjadi lalu mulai membandingkan masa lalu dan masa kini. Mencoba memahami perjalanan itu untuk bercermin kepadanya. Apakah ini tindakan yang buruk? Bisa ya, bisa tidak. Tergantung pada sikap kita dalam menanggapi pantulan cermin itu. Apakah kita akan menerima kenyataan yang dipantulkan oleh cermin perjalanan  hidup atau menolaknya dan merusak cermin itu? 

Jika kita menerimanya, apakah kita akan berdiam diri atau meneruskan perjalanan hidup dengan langkah yang lebih berani sebab sudah melihat kenyataan dan belajar dari kesalahan di masa lalu? Kemudian, siklus perjalanan hidup berputar lagi. Lalu, pembentukan diri kita dimulai lagi. Ini akan terus terjadi hingga kita mati. Momen kesadaran akan realita dan penerimaan serta menghadapinya untuk menjadi lebih baik dapat mejadi tombol restart kehidupan kita, tanpa menghapus atau menolak masa lalu. Kabar baiknya kesempatan itu adalah milik kita semua. Kita hanya perlu berdiam sejenak, merenung, bercermin dan kembali berjalan lagi.

Sudah dulu.

Jumat, 13 Juni 2025

Kamis, 12 Juni 2025

Fiksi Mini: Kera-Kera.

Oleh: S. N. Aisyah

Sudah dua bulan lamanya kera-kera itu berkeliaran mengusik perkampungan kami. Mereka mengeluarkan suara-suara aneh. Menyerbu masuk ke rumah warga lalu hilang begitu saja saat hendak di tangkap. Apalagi di malam hari. Ya, padahal kera-kera itu bukan Aotus--si kera malam, mereka bukanlah hewan nokturnal. 

Tidak hanya itu masalah yang kampung kami hadapi. Sejak kemunculan makhluk itu, selalu ada hal aneh yang terjadi. Salah satunya kejadian malam itu.

Aku yakin saat itu adalah bulan purnama penuh. Saat pertama kali kami melihat sosok yang bergelayut, mengayun, mendayu-dayu di ambang jendela. Kupikir itu adalah seekor kera. Dari kejauahn tampak begitu. Aku dan Bang Aswan yang  sedang berpatroli ronda, memilih untuk mempercepat langkah. Merasakan ada hal ganjil yang membuat hati tak nyaman. Terutama di rumah kosong Pak Rahmat.

"Ayo kita jalan saja," ujar Bang Aswan semakin mempercepat langkahnya.

"Tetapi, itu siapa?" tanyaku hendak memastikan, meskipun dalam hati juga mengira bahwa makhluk itu  pasti si kera.

Terdengar suara bantingan dan pecahan benda-benda. Riuh sekali. 

"Siapa lagi kalau bukan kera-kera itu. Mereka belakangan memang sering datang, 'kan?" Bang Aswan meneruskan langkah, berlawan arah dengan rumah Pak Rahmat. 

"Bagaimana kalau dia merusak rumah Pak Rahmat?" Aku menahan langkah. 

Hening. Betapa Bang Aswan enggan untuk ke sana, terlihat jelas di wajahnya. 

"Bukankah kita beronda untuk menjaga lingkungan kondusif, agar warga merasa aman?" Aku bertanya pelan. 

"Kau benar. Ah, Pak Rahmat. Mau berapa lama lagi ia keluar kota, ya?" Mau tak mau ia berbalik arah, memandu langkah. 

"Mengapa tak ada yang menjaga rumahnya?" tanyaku tak perlu.

"Mana kutahu. Ayo," titah Bang Rahmat itu kami amini dengan mulai memasuki pekarangan kediaman Si Tuan Tanah yang angkuh.

Kami berjalan menuju rumah kosong Pak Rahmat. Di kejauhan, suara burung wak-wak terdengar. Juga suara menyeramkan lainnya dari hutan. Angin bertiup kencang, menderu di telinga kami. Rembulan menyinari atap rumah Pak Rahmat dengan sendu. Saat  mulai dekat dengan satu-satunya jendela yang terang, perlahan siluet makhluk yang kami kira kera itu semakin tampak jelas. Untuk sesaat aku dan Bang Aswan saling pandang. Berusaha saling meyakinkan bahwa kami tidak salah lihat.  Jarak kami terhitung sepuluh langkah saja darinya,  sosok yang bergelayut itu akhirnya tak lagi bergerak. Aku dan Bang Aswan membatu. Itu bukan kera, itu adalah Pak Rahmat yang tergantung di ambang jendela rumahnya. Pucat pasi. Sudah tak bernyawa. 


12 Juni 2025

Rabu, 11 Juni 2025

Poem: Merpati Putih Juni (Kepada Nona N.S.)

Sudah Juni lagi
Bukankah
Masa bergulir kencang
Seperti angin yang tiada henti 
Menerbangkan ujung gamismu? 

Waktu berlalu begitu buru-buru
Baru saja mata mengerjap
Sebelas hari sudah berlari
Tinggalkan kau di garis termuka
Dengan tanya dan terka

Kau paling paham
Ini bukan perlombaan 
Yang mesti kita menangkan

awan-awan 
Yang menanggung hujan-hujan,
Itulah engkau
Yang luruh
Satu per satu
Bukan karena lemah atau kalah

Sebab kau tahu
Jalan mana
Yang harus dipilah
Jalan mana
Yang pada-Nya
Kau berserah

Maka, Nona,
untukmu tahniah 
Biar lilin waktu semakin terbakar
Di hatimu menjulang sabar

Untukmu, tahniah
Semoga di hari lahirmu
Tuhan limpahkan barokah


10 Juni 2025

Senin, 09 Juni 2025

Book: E-Book untuk Penulis Era Digital

Untuk kamu yang sering nge-scroll, pernah  nemu tulisan-tulisan yang bagus dan ngena di hati? Tulisan yang bikin kamu kagum dan bertanya-tanya, "Kok bisa, ya, nulis bagus gini, relatable lagi? Mau juga bisa nulis gini."  

Kamu kepikiran buat nulis tapi nggak tahu harus mulai dari mana. Belum lagi  ada suara-suara rese' kayak gini: 

Relevan , ya, di era serba canggih ini masih nulis? Masih zaman gitu  belajar nulis?  Apa-apa bisa tanya AI tahu. Lagian banyak prompt juga tuh yang bisa di copy paste.  Penulis mah bentar lagi nggak bakal dipakai, orang AI udah bisa niruin, lebih murah dibandingkan bayar jasa penulis, kan? Lagian jadi penulis dapat berapa, sih? Bisa hiudp dari nulis?

 Atau gini?

Pengen sih, nulis, tapi aku nggak bisa. Nggak punya basic nulis. Emangnya boleh orang nggak pernah nulis mulai nulis? Emang ada yang mau baca ntar?Ah, boro-boro nulis, mikirin masalah idup aja udah pusing.

Oh, tunggu dulu, sebelum semua omongan itu kamu aminkan, lebih baik kamu baca buku ini. Nulis Next Level. Ya, kamu nggak salah baca. Seperti namanya, buku ini akan ngasih tahu kamu gimana sih caranya  kegiatan nulis itu nggak cuma muntahin huruf doang tapi bisa jadi side hustle atau bahkan main income kamu. 

"Wah, menarik. Tapi, tapi aku nggak bisa nu-- " 
Sssttt, stop there! Kamu beneran perlu baca buku ini. Kenapa?

Karena, kamu mesti cek Bagian Introduction dan Bab Satu dari buku Nulis Next Level. Dua bagian ini adalah bagian krusial yang nggak boleh kamu lewatkan sebab pertanyaan-pertanyaan kamu bakal terjawab di sini.  Sebagai orang yang sangat insecure dengan  kemampuan menulis  sendiri,  bisa saya bilang  kalau buku ini membantu saya untuk kembali punya keberanian belajar nulis lagi. Dua bagian ini bakal beri kamu comfort zone dan membangun kepercayaan diri kamu buat nulis. 

"Oh, jadi ini buku motivasi nulis, gitu?"

Nope. Nggak cuma motivasi aja. It's a system. Believe system, system, and strategy aren't  joke. And That's what you'll get from this book.

Keseluruhan buku ini berisi strategi praktis yang dapat ditiru dalam perjalanan belajar nulis kamu. Nggak cuma sekadar rumusan formula buat nulis,  tetapi apa yang disampaikan dalam buku ini berdasarkan pengalaman serta sistem yang dibangun dan diterapkan oleh penulisnya, Fardi Yandi. Yes, a firsthand  perspective from  the writer of  Tak Apa Memulai Lagi, a digital creator, and a founder of  socialkreatif. Sounds promising?

'Strategi, sistem,' emang apa sih isinya?

Jadi, 15 bab dalam buku ini berisi Melawan Overthik  dengan Karya, Nyari Topik untuk Ditulis, Bangun Ekosistem Konten, Menciptakan Niche Sendiri, Menghadapi Creative Block, Belajar Nulis Hook&Headline, Bagaimana Menulis dengan Impact, Belajar Jenis Tulisan yang Gampang Viral, Estetika Tulisan, Nulis Bank Ide, Nulis Prompt AI Better, Networking  Tanpa Ngemis Follback, Nulis sebagai Emotional Release, Mengelola Emosi dengan Nulis, dan Membangun Penghasilan 10 juta Pertama  dari Nulis. 

I know, what a beefy insightful ones. Boleh banget, 'kan, buat kamu yang pengen terjun jadi konten kreator?  

"Tapi, aku nggak pengen jadi konten kreator. Aku mau nulis aja." 

Doesn't matter.  Sistem ini juga bisa kamu adopsi buat belajar nulis kamu, kok.  Apa pun jenis tulisan, profesi, dan tujuan nulis kamu, tidak jadi masalah sebab strategi dalam buku ini didesain untuk  bisa diterapkan oleh siapa pun. 

"Ngomongin sistem, ini berat nggak, sih, bukunya?"

Sama sekali nggak. Tadi udah kita bahas 'kan kalau buku ini berisi strategi praktis? Ya, seperti itulah isi bukunya. Kontennya daging, bahasanya  angin. Ringan dibaca, berat di ilmu.  Ini benar-benar buku saku buat kamu yang mau serius nulis dan mendapatkan penghasilan.  Tapi mesti ingat, nih, buat kita semua (apalagi saya) ilmu doang tanpa praktek, ya, nggak jalan. Practices make perfect. So, tunggu apa lagi? Grab the book, guys! Karena seperti kata Fardi Yandi:

"... menulis bukan sekadar skill kreatif--tapi sebuah sistem yang bisa membawa dampak besar, membantu orang lain, dan menciptakan penghasilan nyata."

Thought: Bangku Suporter

Saya selalu meyakini bahwa saya adalah seorang suporter--pendukung bagi orang lain. Bukan karena ingin disukai, diterima, atau t...