Oleh: S. N. Aisyah
Sudah bertahun-tahun sejak kejadian itu, aku tetap tak bisa tidur nyenyak. Sepertinya ada sesuatu yang selalu mengawasiku dari sudut-sudut gelap. Apalagi saat-saat kondisiku kesehatan sedang tidak baik. Selalu ada saja hal aneh yang terjadi.
"Tidak."
"Jangan bohong, aku tahu kau bermimpi buruk lagi. Kau berteriak dan meracau parah."
"Maaf," ucapku.
"Jangan meminta maaf, kau itu perlu diobati."
"Aku sudah minum obat. Dengan rajin."
"Kau tahu obat yang kumaksud," katanya dengan suara melemah.
"Kau gila," ujarku menahan berang.
"Tidak. Kau keras kepala." Ia berkata dengan nada penuh prihatin.
Aku merasa bersalah padanya. Aku tahu niatnya baik, tapi kalimat yang bisa kuucap hanyalah, "Sudahlah, aku mau tidur lagi. Kau juga sebaiknya tidur."
Dengan begitu, setelah menatap nanap dan dalam menembus mataku, ragu-ragu ia melangkah menuju ambang pintu. Kembali ke kamarnya.
Di luar, derai hujan terus mengguyur genteng. Rasa kantuk yang luar biasa menyergap. Saat mataku mulai terlena, tiba-tiba saja, sesuatu yang dingin, lembek dan licin menyentuh tanganku.
Belatung. Mereka datang lagi. Ini sudah kesekian kali dalam bulan ini. Aku tak tahu dari mana asal makhluk menjijikan ini. Dialah yang harus disalahkan atas vonis orang-orang bahwa aku butuh bantuan untuk diobati.
Bagaimana cara mengobatinya jika makhluk menjijikan ini selalu muncul tiba-tiba dan hilang secara tiba-tiba pula?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar