Charles Bukowski on Writing
oleh: S. N. Aisyah
![]() |
sumber gambar: shira media |
Identitas Buku:
Judul : On Writing
Penulis : Charles Bukowski
Penerjemah : Laila Qadira
Penyunting : Zulkarnaen Ishak
Penyelaras Akhir: Ipank Pamungkas
Tata Letak : Herdiantoro
Desain Sampul : Sekar Bestari
Rancang Sampul : Katatika Project
Penerbit : Shira Media
Cetakan : Pertama, tahun 2020
Tebal : x + 254 hlm; 14 x 21 cm
ISBN : 978-602-7760-29-5
On Writing adalah sebuah buku yang berisi kumpulan surat Charles Bukowski. Hak cipta buku ini dimiliki oleh Linda Lee Bukowski. Pertama kali diterbitkan dan disusun Ecco, bagian dari HarperCollin Publisher pada tahun 2015. Surat-surat ini dipilih dari ribuan surat yang telah ditulis oleh Bukowski, yang dianggap paling memiliki warna dan menggambarkan diri Bukowski dalam menulis.
Surat Bukowski memberikan tak hanya pemikiran dan pandangannya dalam menulis tetapi juga membocorkan sedikit-banyaknya kehidupan penyair, pengarang, penulis yang penyendiri dan pemurung itu. Surat-surat itu ditulis dengan lugas. Bukowski agaknya tak sedikitpun menyembunyikan perasaan dan pikirannya saat menulis surat. Bahasanya gamblang, pengibaratan dan kata-katanya terkadang kasar.
Pesan–pesan Bukowski pada banyak rekannya itu berisi bermacam hal terkait tulis-menulis. Dalam suratnya itu ia berterima kasih, memberikan dukungan, menerima kritik terhadap dirinya, mengkritik dunia menulis ataupun pelakunya, memberikan tanggapan, menyemangati, membahas karya, dan banyak hal lainnya. Sebagian besar surat ini beralamat pada editor, penyair atau penulis, redaktur majalah atau penerbitan.
Alih-alih menggunakan format surat formal, Bukowski selalu menuliskan suratnya dengan dinamis dan khas. Ia kerap bercerita tentang apa yang sedang terjadi di sekitarnya atau apa yang sedang ia alami. Baginya surat itu sama pentingnya dengan prosa ataupun puisi-puisinya, ditulis dengan sepenuh hati. Membaca surat-suratnya merupakan pintu untuk memahami pribadi dan hidup Bukowski.
Ia telah mengenyam berbagai macam pekerjaan di samping menulis untuk membiayai hidup. Berbagai pekerjaan serabutan yang dilakoninya itu, membawanya bertemu dengan berbagai macam manusia. Berbagai dimensi hidup yang ia temui (dari masyarakat golongan bawah hingga kaum elite) membawanya pada pandangan bahwa Charles lebih menyukai duduk dengan salah satu orang buangan seperti dirinya dibanding dengan penyair dan penulis sombong yang suka bergosip. Di sisi lain, dari suratnya kita dapat melihat Charles menjalani hidup yang sulit. Terutama pada masa-masa awal kariernya. Candunya pada mabuk-mabukan membuatnya hampir ma ti dan hidup dalam penderitaan.
Bukowski mengaku bahwa ia membenci banyak hal dan cenderung membenci orang pada umumnya. Hal tersebut membuatnya megisolasi diri. Ia juga mengatakan bahwa banyak orang yang juga tak menyukainya. Bukowski tampaknya menerima hal itu dengan baik. Dalam suatu suratnya, ia juga mengatakan bahwa ia benci mengajar di kelas Bahasa Inggris.
Ia keras dalam mengkritik namun di saat yang sama tidak merasa lebih baik dari orang lain. Beberapa kali ia sampaikan hal itu di surat-suratnya (bahwa ia mengkritik bukan berarti ia merasa lebih baik dalam menulis).
Bukowski seorang penulis yang tidak begitu berteman dengan teknik menulis. Uniknya, ia kerap salah mengeja kata namun akurat dalam tanda baca dan tata bahasa. Bukan berarti ia pembenci kelas dan teknis menulis. Menurut Bukowski kelas dan teknik menulis itu bermanfaat, hanya saja itu bukan gayanya dan ia tak pernah memaksa orang lain untuk mengikuti caranya.
Katanya, ia hanya menuliskan hal yang ia sukai. Ia membenci seni buruk yang dilahirkan demi popularitas. Menurutnya, hal demikian serupa pertunjukan dan kepalsuan. Mungkin, bakat adalah teknik, gaya, dan cara rahasia Bukowski.
Dalam surat-suratnya itu, Bukowski kerap menunjukkan kekecewaanya pada fakta yang terjadi dalam dunia kepenulisan di sekitarnya.
Misalnya saja, penerbitan karya yang tak berdasarkan kualitas karya, namun berlandaskan relasi (bahkan hubungan gelap) penyair atau penulis, penulis yang setelah menghasikan dua karya lumayan bagus lalu berkelana mengajari orang cara menulis tinimbang menulis karya bagus lainnya. Penyair yang membacakan puisi hanya demi popularitas, penyair dan penulis muda yang setelah menghasilkan satu-dua karya lumayan bagus lalu hilang di telan bumi, penulis dan penyair yang menghabiskan tenaga untuk bergosip dan iri pada kesuksesan orang lain dibandingkan sibuk menulis untuk menghasilkan karya bagus, dan banyak hal lain yang menjadi kekecewaan Bukowski dalam dunia kepenulisan.
Katanya, “Menurutku, penulis adalah seseorang yang menulis. Yang duduk di depan mesin tik dan menuliskan kata-kata. Itu intinya. Bukan mengajar orang lain, bukan duduk di acara seminar, bukan membacakan puisi di tengah keramaian.” Begitulah idealisme Bukowski dalam menulis. Perlu dipahami, ini bukan berarti penulis tak boleh mengajar, seminar atau yang lainnya.
Apakah itu hanya jargonnya saja? Tidak bisa dikatakan begitu. Bukowski yang menulis di usia muda memang sempat vakum menulis selama 10-15 tahun lamanya. Kemudian, ia bangkit. Kembali mulai menulis tanpa henti di usia 35 tahun hingga menjelang ajalnya.
Karyanya berlimpah. Ada ribuan karyanya (novel, cerpen, dan sajak puisi) yang ditaruh dalam kardus. Itu tak termasuk karyanya yang telah ia robek-robek sebab ia merasa karya tersebut tak cukup bagus atau karya tersebut selalu ditolak. Juga tidak termasuk karyanya yang hilang, dan juga tidak termasuk ribuan karyanya yang disimpan oleh John Martin, rekan yang mendapatkan hak dan kesetiaan Bukowski untuk menerbitkan karya-karya Bukowski. Sayangnya (dan juga masuk akal), tak semua karya itu diterbitkan.
Terlepas dari bagaimana ia menjalani hidup, melalui surat-surat Bukowski, kita dapat melihat evolusinya dalam menulis. Dari penolakan demi penolakan terhadap karyanya menjadi permintaan demi permintaan. Dari pernyataannya bahwa ia tak cukup banyak membaca seperti yang seharusnya hingga membaca hampir seluruh buku di perpustakaan yang kerap dikunjunginya. Dari “Aku benci menulis sajak,” menjadi penyair populer dengan ribuan puisi bahkan diminta untuk membacakannya. Dari “Aku tak menulis novel,” menjadi novelis laris.
Ia berevolusi namun tetap orisinil dan idealis. Ia menolak tawaran yang tak sesuai dengan kata hatinya. Ia menyukai tulisan yang berbicara tentang realita dengan sentuhan humor. Kegilaan dan kedisiplinannya dalam menulis membuatnya menjadi raksasa dalam dunia itu. Lalu alkohol adalah sebab dan pelarian penderitaannya. Betapa ironi.
Buku On Writing ini juga dilengkapi dengan salinan tulisan tangan asli dan sketsa-sketsa yang dibuat Bukowski. Sebab buku ini berisi kumpulan surat-surat Bukowski, tak banyak hal yang dapat dikomentari dari segi teknisnya. Meskipun surat-suratnya bersifat pribadi, namun, dengan membacanya kita dapat belajar banyak tentang kepenulisan dari pandangan-pandangan yang dituliskan Bukowski dalam surat-surat itu.
Dalam suratnya yang dialamatkan kepada Guy Owen pada awal maret Maret 1960, ia mengemukakan pendapatnya tentang penyair gadungan yang pada akhirnya menghilang, tak lagi menulis hanya karena beratnya nasib yang datang melanda. Mengingat bagaimana keras hidup yang dijalaninya, dan betapa ia tak berhenti menulis hingga di penghujung usianya, wajar saja bila Bukowski berpendapat demikian.
Ia juga berpendapat bahwa penyair muda belum terperangkap (belum menyatu) dalam dunia menulis berbeda dengan penyair tua. Kata Bukowski, “Perlihatkan padaku seorang penyair tua, dan akan kutunjukkan, kalau tidak gila, dia pasti seorang master.” Siapa mengira bahwa semasa 73 tahun perjalanan hidupnya, Charles Bukowski menyandang dua titel itu. Ia pria tua yang gila menulis dan juga seorang master dalam kepenulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar